JEJAK PART 1 SUJI
Jejak
Part 1
SUJI
Suara klakson bis membangunkanku
dari tidur. Sudah gelap rupanya. Kulihat jendela bis sudah terpenuhi titik
titik air hujan. Kulirik jam yang melingkar di tangan kiriku, jam 6 sore. Satu jam
lagi sampai rumah eyang pikirku. Hawa dingin ac mulai menusuk tulang dan
persendian, aku naikkan resleting jaket dan menutupi kepalaku menggunakan
hoodie. Aku menengok ke belakang, seluruh penumpang tertidur kecuali gadis
cantik di pojok kanan. Dia sedang asyik menidurkan boneka bayinya. Aku putuskan
untuk tidak tidur. Melihat pemandangan yang berada di luar jendela bis
sangatlah menyenangkan. Kita seperti melihat film dokumenter gratis, sebegitu
realitanya kehidupan ini.
Saat turun, aku sudah melihat Adam
berdiri di depan gang sambil melempar senyuman terbaik yang dia punya untukku.
Untuk kakak sepupunya. Dia langsung membawa tas backpackku yang cukup besar. “Gak
ada yang lebih berat lagi opo ndul?” tanyanya padaku.
“Ada well, ujian matematika yang
terberat.” Jawabku sambil tertawa terbahak-bahak. Ia pun langsung menyalakan
motor nya dan kami pun melaju kencang. Gerimisnya terlalu rapatn membuat
pandangan kami mulai kabur. Asap rokoknya terlalu pekat, menghujani seluruh
wajah. Sesak tapi aku tahan. (bersambung ...)
Sesampai di rumah embah, terpakir
mobil hitam di depan mushola keluarga. “Wah mobil e sopo iki ndul? Tanyaku pada
Adam.
“Mlebu wae kono, kenalan dewe mbul.”
Ucap Adam sambil membawakan tas jinjingku.
Begitu masuk ke dalam terlihat
simbah duduk bersama bapak-bapak. Dari keempat bapak-bapak itu tak ada satu
orang pun yang aku kenal. Sambil menundukkan kepala, aku lempar senyum tipis
manis pada semua orang kemudian meraih tangannya simbah untuk sungkem. “Iki lho
cucuku yang mau kuliah di sini, ayo gek salim (ayo cepat salaman).” Aku
langsung menyalami mereka satu per satu sambil masih senyum tipis.
“Siapa namanya ini? Kuliah di kampus
mana?” tanya salah seorang bapak-bapak yang duduk di dekat simbah.
“Saya Happy pak, kuliah di
universitas swasta. Lusa sudah mulai ospek.” Jawabku sedikit lirih karena malu
kuliah di kampus swasta. (padahal negeri swasta mah sama aje ye mak, tergantung
orangnya).
“Eits jangan panggil bapak, panggil
om ajah biar santai ya Happy.” Jawab bapak-bapak yang rada gendut. Oh ni orang rada aneh kayanya nih.
“ Iya pak eh om.” Sambil senyum
kecut dan rada mlirik ke simbah dan bulek.
“Mbak, ini om Suji (yang sukak
dipanggil om), om Eko, om Wawan, dan om Yanto. Mereka sering kesini untuk
memantau proyek dekat pasar.” Bulek Tika menjelaskan panjang lebar. Aku menunduk
paham dan sesekali nyeletuk “Oo” “njih”
“Kos dimana? kalau butuh apa-apa
nanti bilang ajah ke om, InsyaaAllah kalo om bisa bantu nanti tak bantuin.”
“Di Kota Gede om, iya om gampang
nanti, terima kasih.” Jawabku.
“Iyah beneran lho ya, main ke kos om
sama Adam. Tak tunggu yo Dam.”
Wait main ke kos om-om? Ni orang
PEDE banget. Batinku mulai bertanya-tanya.“ Njih om, asiaaaaap.” Jawab Adam
mantap sambil cengengesan. Si Adam malah semangat banget.
“Iki piye sih karepe doen?” batinku
mulai berbicara.
“Okeh, kami pamit dulu simbah.
Semoga silaturahmi tetap terjaga. Biar nanti Happy klo ada apa-apa suruh
hubungi saya aja.” Sambil sungkem ke simbah. Dan saling berpelukan dengan om
Arya, adik dari bapakku.
“Bentar, kok bisa kalo ada apa-apa
kok hubungi dia, siapa dia? Mending hubungin om Arya yang jelas-jelas om
kandung ku. Siapa om Suji? Otakku mulai mikir aneh.
“Suji sudah seperti anak simbah
Happy, Arya dan Suji sudah seperti saudara. Kamu harus baik dengan om Suji ya
Happ.” Wejangan simbah yang selalu aku ingat. Om Suji? Siapa dia? Ah entahlah.
Malam kian larut, aku harus tidur walaupun masih menyimpan banyak pertanyaan di
benak tentang om Suji.
Komentar
Posting Komentar